Rabu, 28 Agustus 2013

Kadar gula darah tinggi tingkatkan risiko penyakit otak



Kadar gula darah tinggi tingkatkan risiko penyakit otak

Kadar gula dalam darah tak hanya bisa menyebabkan diabetes, melainkan juga bisa meningkatkan risiko manula terkena salah satu jenis penyakit otak, yaitu demensia. Hasil ini diketahui melalui penelitian terhadap 2.000 orang.
Meski begitu, penelitian yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine ini tak secara langsung membuktikan bahwa tingkat gula darah tinggi bisa menyebabkan demensia.
Penelitian ini mengungkap bahwa manula yang memiliki kadar gula dalam darah 105 sampai 120 miligram per deciliter (mg/dL) memiliki risiko terkena demensia 10 - 20 persen lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat gula darah di bawah 100 mg/dL.
"Data ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat glukosa berakibat buruk pada kesehatan otak," ungkap ketua peneliti Dr Paul Crane dari University of Washington, seperti dilansir oleh Reuters (07/08).
Sementara itu, pada orang yang terkena diabetes, kadar gula dalam darah 160 mg/dL bisa menyebabkan risiko demensia bertambah 40 persen lebih tinggi. Hasil ini didapatkan setelah peneliti juga mempertimbangkan faktor lain seperti jenis kelamin, olahraga, tekanan darah, kebiasaan merokok, dan lainnya.
Sayangnya penelitian ini tak mengetahui apakah menurunkan kadar gula dalam darah juga bisa menurunkan risiko penyakit otak seperti demensia pada manula. Meski begitu, perlu diingat bahwa menjaga kadar gula dalam darah tak hanya penting bagi kesehatan tubuh, tetapi juga ketajaman otak.

















- Sumber : Merdeka

Selasa, 27 Agustus 2013

Sembuh dari Diabetes dalam Waktu 11 Hari dengan Melaparkan Diri

Jakarta, Diabetes disebut-sebut sebagai induk sebagai segala jenis penyakit karena komplikasinya yang beragam, mulai dari obesitas, penyakit jantung, hipertensi, stroke, hingga kanker. Yang lebih parah, penyakit ini kabarnya tak dapat disembuhkan.

Ada 2 jenis diabetes, yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Pada tipe 1, pankreas tidak dapat memproduksi insulin sama sekali karena rusak atau tak berfungsi. Sedangkan pada tipe 2, tubuh masih menghasilkan insulin, hanya saja tidak dapat berfungsi secara optimal karena terjadi resistensi insulin.

Diabetes tipe 1 umumnya disebabkan oleh kelainan bawaan, sehingga lebih sering dijumpai pada anak-anak dan bisa bertahan sampai dewasa. Sedangkan diabetes 2 cenderung diakibatkan pola makan yang salah. Keduanya berakibat pada kelebihan kadar gula di dalam darah.




Richard Doughty (59) belum lama ini didiagnosis dengan diabetes tipe 2 . Hasil pemeriksaan menunjukkan gula darahnya setinggi 9 milimol per liter, sedangkan kadar normalnya adalah 4 hingga 6 milimol per liter. Dia tertegun karena selalu makan makanan yang sehat, tidak memiliki riwayat keluarga dengan diabetes, dan tidak pernah merokok.

"Dokter mengatakan bahwa diabetes saya cukup ringan untuk dikontrol dengan pola makan saja, lalu memberi saya setumpuk selebaran tentang gizi bagi penderita diabetes. Saya memakan salad, mengurangi karbohidrat, namun kemajuannya lambat. Selama 7 bulan, gula darah saya masih terlalu tinggi, sekitar 7 mmol/l," katanya seperti dilansir Daily Mail, Kamis (8/8/2013).

Lewat pencarian di internet, Richard membaca penelitian para ilmuwan di Universitas Newcastle yang telah merancang diet ekstrim rendah kalori yang dapat menyembuhkan diabetes kurang dari 8 minggu. Caranya adalah dengan hanya memakan 800 kalori sehari dari 2.500 kalori yang direkomendasikan untuk pria.

Dari 800 kalori tersebut, sebanyak 600 kalori harus berasal dari makanan pengganti seperti sup dan 200 kalori dari sayuran hijau. Tidak lupa minum 3 liter air dalam sehari. Metode ini dicetuskan oleh Roy Taylor, profesor kedokteran dan metabolisme di Universitas Newcastle.

Teori yang melatarbelakangi metode ini adalah kenyataan bahwa diabetes tipe 2 sering disebabkan oleh penyumbatan liver dan pankreas oleh lemak. Kedua organ ini sangat penting dalam memproduksi insulin dan mengendalikan kadar gula darah.

Penelitian Profesor Taylor telah menunjukkan bahwa diet drastis menyebabkan tubuh menjadi kelaparan, lalu membakar cadangan lemak untuk menghasilkan energi. Lemak yang ada di sekitar organ tampaknya ditargetkan pertama kali, sehingga liver dan pankreas tak lagi tersumbat dan tingkat gula darah kembali normal.

Satu penelitian yang dilakukan oleh tim Taylor dan diterbitkan pada tahun 2011 dalam jurnal Diabetologia menemukan bahwa dari 11 penderita diabetes tipe-2 yang menjalani diet, kesemuanya berhasil lepas dari penyakit ini dalam waktu tak sampai dari 8 minggu.

Penelitian lebih lanjut juga mengungkapkan bahwa penderita diabetes tipe 2 hanya perlu kehilangan seperenam dari berat badannya untuk dapat menghilangkan lemak dari pankreas, sehingga memungkinkan organ ini memproduksi cukup banyak insulin dalam kadar normal.

"Setelah menghubungi Profesor Taylor, dan mendapatkan persetujuan dari dokter saya, saya memutuskan untuk mengikuti pola makan ini. Target berat badan saya 8 stone dan 12 pound (sekitar 60 kg)," kata Richard.

Richard tak berani mengambil langkah sebelum berkonsultasi dengan dokternya. Setelah ada lampu hijau, dia hanya makan 2 sup sayuran hijau per hari. Setelah sehari, kadar glukosanya telah turun dari 6 mmol/l menjadi 5.9 mmol/l.

Walau sering merasa lapar, profesor Taylor mengatakan bahwa rasa lapar adalah hal yang bagus karena tandanya program diet tengah bekerja. Untuk mengatasi kelaparan, Richard menenggak air setengah liter.

Pada hari ketiga, Richard sudah kehilangan 1 kg berat badannya. Hari keempat, kadar glukosanya menurun dari 5.9mmol/l menjadi 4.6mmol/l. Untuk makan siang, Richard menyantap sup jamur buatan sendiri yang dicampur bawang, sayuran dan rempah-rempah. Dia juga menelan suplemen sup ayam sebelum pulang kantor. Walau konsentrasinya tetap terjaga, seringkali dia lantas merasa lelah dan lesu.

"Pola ini berlanjut setiap hari. Saya bereksperimen dengan lebih banyak sup seperti wortel, tomat dan kacang, sayuran panggang, sayuran tumis, sayuran rebus dan casserole, dibumbui dengan bumbu yang tidak pernah saya gunakan sebelumnya, seperti jinten dan paprika," ujarnya.

Beberapa hari kemudian, berat badannya menyusut menjadi 57 kg dan kadar gula darahnya menjadi 4,1 mmol/l. Konsekuensinya, beberapa pakaian yang biasa dikenakan tak lagi pas di badan dan wajahnya menjadi lebih tirus. Meski demikian, jerih payahnya terbayar.

Dua bulan kemudian, Richard memeriksakan diri ke dokter dan dinyatakan tak lagi mengidap diabetes. Setelah menjalani diet selama 11 hari, ternyata gula darahnya sudah menurun ke tingkat normal. Tak ingin didiagnosis diabetes lagi, Richard lantas bergabung dengan gym dan berjalan kaki 3 kali seminggu.

"Atas saran Profesor Taylor, saya juga mulai membangun otot tubuh bagian atas saya. Otot yang lebih besar menyerap lebih banyak glukosa sebagai energi, sehingga mencegah tubuh menyimpan glukosa lebih dari yang dibutuhkan," ungkapnya.


































- Sumber : Detik

Minggu, 25 Agustus 2013

Virus mematikan MERS diduga menular lewat unta


Virus mematikan MERS diduga menular lewat unta

MERS atau Middle East Respiratory Virus adalah salah satu virus mematikan dengan gejala mirip SARS. Virus ini telah membunuh 46 orang di seluruh dunia. Sebuah penelitian mengungkap bahwa unta bisa jadi menjadi penyebar virus MERS pada manusia.
Virus MERS bisa jadi menular lewat unta ketika manusia menggunakannya untuk transportasi atau meminum daging dan susu unta berpunuk satu. Ilmuwan menjelaskan bahwa mereka telah menemukan bukti kuat mengenai unta sebagai hewan yang menyebarkan virus MERS pada manusia.
"Bukti terbaru mengungkap bahwa unta bisa jadi salah satu penyebar MERS. Terdapat beberapa jenis kontak yang dilakukan manusia dan unta yang bisa menularkan virus," ungkap Hantal Reusken dari National Institute for Public Health, seperti dilansir oleh NY Daily News (09/08).
Para ahli yang terlibat dalam penelitian ini menganggap penemuan tersebut merupakan langkah besar untuk mengungkap misteri virus MERS dan dalam usaha untuk mengatasinya. Meski begitu, pihak WHO masih belum yakin dengan hasil penemuan ini. Masih ada pasien yang terkena virus MERS tanpa melakukan kontak dengan manusia yang sudah terkena MERS dan tidak melakukan kontak dengan unta.
"Hal ini memberikan beberapa petunjuk, namun kita masih tak tahu penyebab dan asal virus tersebut. Kita juga masih belum mengetahui bagaimana manusia bisa terinfeksi," ungkap juru bicara WHO, Tarik Jasarevic.
Hingga saat ini korban MERS telah berjatuhan di beberapa negara TImur Tengah seperti Arab Saudi, Qatar, Tunisia, Uni Emirat Arab, dan beberapa negara Eropa seperti Inggris, Prancis, dan Italia. MERS bahkan sempat dikhawatirkan akan menghambat proses ibadah haji Oktober mendatang.


















- Sumber : Merdeka