Rabu, 10 Juli 2013

6 Mitos Diabetes


Kini, diabetes tidak hanya menimpa orang lanjut usia. Anak muda di usia produktif pun makin banyak mengidap diabetes.
Meski kesadaran masyarakat terhadap penyakit diabetes sudah cukup tinggi, mitos-mitos menyesatkan masih berseliweran. Alhasil, proses pengendalian diabetes pun terhambat.
Di sisi lain, teknik pengobatan selalu berkembang. Oleh karena itu, kita, para diabetesi, dan anggota keluarga terdekat harus terus mencari tahu informasi mengenai faktor risiko dan cara pengendalian diabetes yang terkini. Hal ini dikemukakan dalam rangkaian kegiatan press circle series  PT Roche Indonesia, “Diabetes pada Anak: Sebuah Bom Waktu Kesehatan”. Harapannya, kesalahan penanganan diabetes akibat mitos pun dapat diminimalkan. 







Jangan Konsumsi Gula
1Mitos yang paling sering beredar ini tidak sepenuhnya tepat. Kadar glukosa darah memang dapat cepat meningkat karena kandungan karbohidrat dalam hidangan yang manis. Namun bukan berarti diabetesi harus menghindari gula di setiap makanan.
Diabetesi boleh mengonsumsi hidangan manis asalkan didampingi diet yang benar dan olahraga teratur. Tapi, diabetesi dianjurkan mengonsumsi makanan yang rendah karbohidrat sebelum menyantap makanan manis tersebut.
Diabetesi juga tetap perlu membatasi konsumsi gula dan mengontrol kadar gula darah. Pengontrolan ini bertujuan untuk memonitor perubahan glukosa dalam tubuh sehingga ia mengetahui makanan yang dapat dikonsumsi di kemudian hari.


Penyakit Orang Tua
2 Awalnya, diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh resistensi insulin ini memang banyak dijumpai pada usia empat puluh tahun ke atas. Namun saat ini, usia penderita makin muda dan makin meningkat jumlahnya.
Gaya hidup tak sehat seperti makanan tinggi lemak, kurang serat, stres, serta kurang beraktivitas fisik, bisa menyebabkan diabetes menimpa pada usia dua puluh atau tiga puluh tahun. Selain itu, kebiasaan diet tinggi kalori baik dari gula maupun lemak yang meningkatkan berat badan juga mempertinggi risiko terkena diabetes tipe 2.
Di samping itu, ada pula diabetes tipe 1 yang menyerang anak-anak sejak dini karena faktor genetis. Penyebabnya, kerusakan sel-sel di pankreas yang memang tidak bisa memproduksi insulin secara efektif. 
Di kesempatan yang sama, Dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K) dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo , memaparkan angka anak-anak yang terkena diabetes. “Pada Sensus 2010, didapat angka sekitar 237 juta orang yang terkena diabetes dan 83 juta di antaranya adalah anak-anak,” ujarnya. Ia kemudian menyebutkan, indikasi diabetes dapat ditemui pada 0,3 dari seratus ribu anak-anak dalam setahun.


Kadar Gula Bisa Terasa
3 Meski gejala-gejala hiperglikemia (gula darah tinggi) dan hipoglikemia (gula darah terlalu rendah) dapat dideteksi, namun faktanya mayoritas diabetesi justru tidak menyadarinya.
Hiperglikemia terjadi ketika kadar gula darah di atas 180 mg/dl. Tandanya, intensitas buang air kecil yang meningkat serta terus-menerus haus. Pada kondisi yang lebih serius, hiperglikemia berpotensi menimbulkan ketoacidosis  alias koma berkepanjangan yang fatal.
Dalam tempo panjang, gula darah yang terlampau tinggi ini bisa menimbulkan komplikasi kronis seperti serangan jantung, gangguan pembuluh darah, stroke, gangguan ginjal, serta impotensi pada pria.
Sementara itu, hipoglikemia terjadi ketika angka gula darah berada di bawah 60 mg/dl. Jika hal ini terjadi, pertolongan pertama adalah dengan meminum air gula atau memakan makanan yang manis. Di sisi lain, hipoglikemia lebih mudah dideteksi. Gejalanya antara lain terus merasa lapar, lemas, mual, pusing, gemetar, pandangan kabur, keringat dingin, dan jantung berdebar.
Namun meski gejalanya telah diketahui, kadar gula dalam darah tak bisa hanya dikira-kira. Ingat, hiperglikemia maupun hipoglikemia membutuhkan bantuan berupa glukosameter untuk memastikan serta mengonfirmasi keluhan maupun gejala yang dirasakan diabetesi.


Bisa Sembuh Total
4 Faktanya, gangguan fungsi pankreas bersifat permanen dan tidak dapat diubah. Pada diabetes tipe 1, diabetesi harus selalu mendapatkan suntikan insulin karena pankreas yang memproduksi insulin hancur oleh gangguan autoimun.
Sementara pada diabetes tipe 2, insulin di dalam tubuh tidak bekerja sempurna saat menurunkan gula darah. Pada tipe ini, dibutuhkan terapi konsisten yang melibatkan perubahan gaya hidup untuk membuat kadar gula darah stabil.
Dan, meski gula darah berangsur normal dan stabil dalam waktu yang cukup lama, hal ini belum tentu sudah menunjukkan kesembuhan. Namun jika diabetesi selalu bisa menjaga kadar gula darah tetap normal, maka kualitas kesehatannya tidak berbeda dengan orang yang sehat dan akan terhindar dari komplikasi.


Patokannya Sebelum Makan
5 Banyak yang beranggapan bahwa gula darah yang tinggi ketika diabetesi usai makan adalah hal wajar. Dengan kata lain, kadar gula darah sebelum makan dianggap sebagai patokan terpenting. 
Padahal, International Diabetes Federation (IDF) menekankan pentingnya menjaga kadar gula darah sesudah makan agar senantiasa di bawah 140 mg/dl. Pasalnya, kadar gula darah tinggi sesudah makan justru memicu komplikasi gangguan jantung dan pembuluh darah serta penyumbang terbesar kematian pasien diabetes.


Diturunkan Menyilang
6 Riwayat diabetes sebuah keluarga memang membuat risiko terkena pun semakin meningkat. Akan tetapi, munculnya penyakit ini lebih disebabkan oleh gaya hidup. Ada pula anggapan bahwa diabetes umumnya diturunkan dari ibu ke anak lelaki, atau dari ayah pada anak perempuannya. Penularan menyilang seperti ini juga mitos. Bahkan apabila seorang ayah memiliki golongan darah yang sama dengan anak perempuan, tidak berarti buah hatinya pasti terkena diabetes.













- Sumber : Tabloidnova

Tidak ada komentar:

Posting Komentar